Alasan Kenapa Kendaraan Atas Nama Perusahaan Tak Kena Pajak Progresif

Tarif pajak kendaraan bermotor dapat dikenakan secara progresif berdasarkan status kepemilikannya. Kendaraan kepemilikan kedua dan seterusnya sampai kelima akan dikenakan pajak lebih mahal.
Aturan ini bertujuan membatasi jumlah kendaraan agar tidak menambah kepadatan lalu lintas dalam suatu wilayah. Selain itu, langkah tersebut dapat meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak kendaraan.
Namun, kendaraan atas nama perusahaan tak masuk ke dalam objek pajak secara progresif.
Hal ini membuat banyak orang mengalihkan status kepemilikan kendaraan menjadi kendaraan perusahaan, untuk menghindari terkena pajak progresif.
Kepala Bidang PKB Bapenda Jawa Tengah, Danang Wicaksono mengatakan tidak masalah bila seseorang mengalihkan atas nama kendaraan ke perusahaan, untuk menghindari pajak progresif.
"Kendaraan dengan atas nama perusahaan, tak akan dikenakan pajak progresif, sehingga tarifnya sama semua yakni kepemilikan pertama sebesar 1,05 persen dan ditambah 66 persen dari pokok PKB," ucap Danang kepada Kompas.com, belum lama ini.
Kendaraan dengan atas nama kepemilikan perusahaan justru didorong oleh pemerintah untuk menjadi modal perusahaan. Sehingga, ketika dalam situasi genting, akan menjadi aset yang bisa dicairkan untuk modal.
Ilustrasi pajak kendaraan.
“Misal terjadi kepailitan, maka kendaraan atas nama perusahaan yang akan dihitung sebagai modal, lalu dilakukan likuidasi untuk penghitungan aset,” ucap Danang.
Sementara mobil pejabat perusahaan dengan atas nama pribadi tak bisa disentuh sebagai modal.
“Kami tak mau membatasi investasi perusahaan dengan mengenakan pajak progresif, nanti malah tidak jadi menanam modal, justru semakin banyak aset perusahaan terdaftar jadi lebih baik,” ucap Danang.
Danang mengatakan, setiap aturan dari pemerintah pusat sebenarnya saling berkaitan, sehingga terjadilah ekosistem yang sehat. Bila sampai ada peraturan yang tumpang tindih, ada kemungkinan oknum main mata.
“Peraturan yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya, cenderung akan menjadi masalah di kemudian hari, sementara aturan pajak progresif ini sudah diatur secara nasional,” ucap Danang.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.