2 Sistem Rem pada Bus dan Truk yang Wajib Dipahami Pengemudi

Kasus kecelakaan bus atau truk akibat rem blong masih sering terjadi di berbagai daerah. Banyak di antaranya dipicu oleh kesalahan teknis pengemudi dalam menggunakan sistem pengereman, terutama saat melintasi jalur menurun.

Padahal, kendaraan besar seperti bus dan truk telah dibekali dengan lebih dari satu sistem rem, yang dirancang sesuai dengan kondisi jalan yang berbeda. Pemahaman ini penting, bukan hanya bagi pengemudi, tetapi juga perusahaan angkutan yang bertanggung jawab terhadap keselamatan penumpang dan barang.

Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Ahmad Wildan, menjelaskan bahwa secara umum terdapat dua sistem rem yang harus dipahami oleh pengemudi, yakni sistem rem utama untuk jalan datar dan sistem rem pembantu untuk jalan menurun.

1. Rem di Jalan Datar : Service Brake

Pada kondisi jalan datar, pergerakan roda kendaraan sepenuhnya dikendalikan oleh mesin. Gerak naik-turun piston diubah menjadi putaran poros engkol, lalu diteruskan melalui sistem power train hingga sampai ke roda.

“Artinya, kecepatan putaran roda dipengaruhi oleh gerakan mesin. Saat roda dikurangi atau dihentikan dengan menekan pedal rem, pengemudi otomatis melepas pedal gas sehingga putaran mesin juga melambat,” ujar Wildan, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, belum lama ini.

Ilustrasi truk ODOL melewati jalur Pantura yang masih rusak jelang mudik Lebaran.

Dalam kondisi ini, pengemudi menggunakan rem utama atau service brake yang berbentuk pedal rem di kaki. Pengereman di jalan datar relatif aman karena energi yang dihentikan sejalan dengan putaran mesin.

“Pengemudi tidak perlu menginjak rem berkali-kali, kendaraan tetap bisa berhenti, sehingga risiko rem blong sangat kecil di jalan datar,” jelasnya.

2. Rem di Jalan Menurun: Auxiliary Brake

Berbeda halnya saat kendaraan melintas di jalan menurun. Menurut Wildan, gerak roda tidak lagi berasal dari mesin, melainkan dipicu oleh gaya gravitasi bumi. Semakin curam jalan dan semakin berat muatan, semakin besar pula energi dorong yang membuat kendaraan meluncur.

“Di jalan menurun, setiap pengemudi truk atau bus tidak akan pernah menginjak pedal gas, karena fungsi tenaga mesin disini berbeda dimana kalau di jalan datar mesin berfungsi untuk memutar roda, maka pada jalan menurun mesin justru berperan menahan putaran roda agar kendaraan tidak meluncur tertarik oleh gaya gravitasi bumi,” tutur Wildan.

Ilustrasi truk di jalan raya yang membawa muatan melebihi kapasitas seharusnya (Truk ODOL)

Untuk kondisi ini, kendaraan besar dilengkapi sistem rem pembantu atau auxiliary brake, berupa engine brake dan exhaust brake. Pada bus dan truk modern, bahkan ada tambahan retarder yang bekerja menahan putaran propeller agar perlambatan lebih efektif.

“Pengereman di jalan menurun dengan menggunakan service brake atau rem pedal sangat berbahaya, karena proses pengereman tidak akan menghilangkan energy yang mendorong kendaraan dan hanya mengurangi putaran roda sesaat,” kata Wildan.

“Sehingga saat pedal rem diangkat roda akan berputar lebih cepat lagi dan hal ini akan memaksa pengemudi melakukan pengereman panjang terus menerus, inilah yang memicu terjadinya kegagalan pengereman,” lanjutnya.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap pengemudi truk dan bus wajib memahami kapan harus menggunakan rem utama dan kapan wajib mengandalkan rem pembantu.

Di jalan datar, service brake sudah cukup efektif. Namun di jalan menurun, rem pembantu seperti engine brake, exhaust brake, atau retarder adalah kunci utama keselamatan.