
Kebiasaan memberi uang parkir kepada oknum juru parkir liar seperti di tempat umum, toko, warung makan dan swalayan bisa mempersubur budaya “pemalakan”. Hal ini perlu diubah sehingga parkir liar bisa diberantas.
Jukir liar adalah juru parkir yang memungut biaya parkir tanpa izin resmi dari pemerintah daerah, tidak memiliki identitas dan tanda pengenal yang sah, dan beroperasi di tempat yang tidak seharusnya untuk parkir resmi.
Keberadaannya sering kali menimbulkan kerugian bagi pendapatan daerah (PAD), mengganggu ketertiban umum, dan dapat berujung pada pungutan liar, sehingga pemerintah melakukan penertiban.
Ketua Indonesian Parking Association (IPA) Rio Octaviano mengatakan, masyarakat perlu paham bahwa juru parkir liar yang kerap dijumpai seharusnya disebut sebagai praktik pemalakan.
“Keberadaan mereka tak bisa dibiarkan begitu saja, pemerintah atau kepolisian harus hadir, karena itu bisa masuk ranah kriminalitas, bila masih disebut dengan kata juru parkir, maka ini hanya akan kena sanksi administratif,” ucap Rio kepada Kompas.com, Kamis (16/10/2025).
Kebiasaan memberi uang ke juru parkir liar juga dapat menormalisasi kriminalitas tersebut. Seharusnya setiap pengendara bisa menolak untuk memberi uang kepada mereka.
Tim gabungan mengamankan jukir yang menarik parkir melebihi ketentuan alias ngepruk dengan menggunakan karcis tidak resmi pada Jumat (26/9/2025).
“Menolak memberikan uang sah saja, namun karena mereka sudah membantu menjaga motor, menata, pengendara bisa melakukannya dengan santun, misal dengan berterima kasih,” ucap Rio.
Secara hukum, kegiatan parkir liar tidak memiliki dasar, maka dari itu masyarakat bisa menolak memberi uang bila memang memberatkan. Meski nominal uang parkir relatif kecil, namun bukan tidak mungkin setiap hari seseorang bisa berkali-kali parkir di suatu tempat.
“Bila itu parkir liar silakan menolak, tapi parkir resmi di jalan juga ada yang resmi, yakni yang memang dikelolah oleh pemerintah daerah, mereka biasanya pakai seragam dan ada identitasnya,” ucap Rio.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memimpin operasi penertiban toko swalayan tanpa juru parkir resmi di sejumlah kawasan strategis Kota Surabaya, Jawa Timur, pada 3 dan 10 Juni 2025.
Rio mengatakan, masyarakat bisa menanyakan dari instansi mana juru parkir tersebut, apakah resmi atau tidak. Dengan demikian, saat memberikan uang, masyarakat tidak memupuk aktivitas ilegal.
Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) mengatakan keberadaan juru parkir liar bisa dianggap mengganggu, bisa juga masyarakat terbantu.
“Juru parkir liar sebenarnya tak punya kewenangan memungut uang untuk parkir, karena sebagian tempat sudah ditanggung pemilik usaha seperti di swalayan, bahkan kadang sampai ada di pinggir jalan,” ucap Sony kepada Kompas.com, Jumat (17/10/2025).
Karena kebaikan hati segelintir pengendara dengan memberikan imbalan kepada mereka, kini makin ramai keberadaan juru parkir liar ini.
“Adakalanya saya pribadi tidak memberikan uang kepada mereka, misal mesin masih hidup dan hanya sebentar, saya tidak mau membiasakan mereka punya hak atas tempat parkir yang tak semestinya tersebut,” ucap Sony.
Jadi, dengan tidak memberikan uang kepada juru parkir liar, bisa menghentikan keberlangsungan bisnis ilegal tersebut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com.Source: Biasakan untuk Tidak Memberi Uang ke Juru Parkir Liar