Klarifikasi Gubernur DKI Terkait Kenaikan Tarif Parkir di Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan hingga saat ini belum ada rencana kenaikan tarif parkir di Jakarta. Pernyataan ini sekaligus membantah kabar yang sempat beredar terkait adanya rencana kenaikan tarif parkir dalam waktu dekat.

“Sampai hari ini belum ada rencana kenaikan tarif parkir. Sehingga apa yang disampaikan, saya enggak tahu siapa yang menyampaikan itu, itu tidak benar,” ujar Pramono dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9/2025).

Meski demikian, Pramono mengungkapkan Pemprov DKI Jakarta saat ini tengah mengkaji langkah lain untuk mengatur perparkiran di ibu kota, yakni dengan sistem pembayaran nontunai atau cashless.

Ilustrasi tempat parkir mobil

“Bahwa kita sedang mengkaji cashless untuk parkir, iya. Untuk mengatur perparkiran, iya,” jelasnya.

Namun, ia menegaskan belum ada keputusan resmi yang diambil dari kajian tersebut. “Belum pernah ada keputusan apapun, dan kalau ada keputusan harus mendapatkan persetujuan gubernur,” tegas Pramono.

Sebelumnya, kabar kenaikan tarif parkir di Jakarta mencuat setelah unggahan di akun Instagram resmi @dishubdkijakarta pada Senin (8/9/2025).

Dalam unggahan itu disebutkan tarif parkir mobil di Jakarta Rp 5.000 per jam, lebih murah dibanding Tangerang Selatan Rp 6.000 per jam dan Surabaya Rp 8.000 per jam.

Untuk kendaraan roda dua, tarif parkir di Jakarta sebesar Rp 2.000 per jam, setara dengan mayoritas kota lain. Adapun tarif untuk bus dan truk berada di kisaran Rp 8.000 hingga Rp 12.000 per jam.

Jika dibandingkan dengan kota penyangga seperti Bekasi, Bandung, maupun Depok, tarif parkir di Jakarta relatif tidak jauh berbeda, bahkan ada yang lebih murah.

Parkir Mobil di Pintu Utama PRJ

Sejumlah pihak menilai, tarif parkir di Jakarta masih terlalu rendah untuk mendukung strategi pengendalian lalu lintas atau push and pull strategy.

Bahkan, jika dibandingkan dengan kota-kota besar dunia, biaya parkir di Jakarta tergolong sangat rendah.

Untuk parkir delapan jam, porsinya hanya 3,16 persen (on-street) dan 15,04 persen (off-street) dari pendapatan rata-rata penduduk. Angka ini jauh di bawah kota-kota seperti New York, Buenos Aires, hingga Singapura.

Kondisi tersebut membuat tarif parkir di Jakarta dinilai belum sebanding dengan nilai ekonominya, dan belum optimal sebagai instrumen pengendalian lalu lintas di ibu kota.