Undang-Undang Fidusia vs Mata Elang: Siapa yang Berhak Menarik Motor?

Praktik penarikan kendaraan bermotor oleh pihak ketiga atau yang akrab disebut mata elang kerap menimbulkan keresahan.
Tidak jarang mereka melakukan tindakan represif, mulai dari menghadang di jalan, mengintimidasi, hingga mengambil paksa motor debitur yang menunggak cicilan.
Lantas, sebenarnya siapa yang berhak menarik kendaraan? Apakah mata elang legal secara hukum, atau justru melanggar aturan?
Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, bila debt collector ingin menarik kendaraan, maka ada syarat yang harus dipenuhi, yakni wajib membawa surat fidusia dari pengadilan.
“Ketika mendatangi konsumen, juru tagihnya membawa atau tidak surat sita fidusia dari pengadilan? Karena konsumen dianggap bakal bayar, boleh diambil motor atau mobilnya tetapi harus seizin pengadilan, tidak boleh sembarangan,” kata Tulus kepada Kompas.com, belum lama ini.
Polisi menangkap lima pria terduga debt collector atau mata elang yang diduga merampas mobil Pajero milik seorang warga di kawasan Transmart Juanda, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jumat (9/5/2025).
Ketentuan hukum yang berlaku dalam upaya leasing melakukan penarikan atau penyitaan kendaraan, tertuang dalam Putusan Makamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa perusahaan kreditor hanya bisa melakukan penarikan atau mengeksekusi objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak usai meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri.
“Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” demikian bunyi Putusan MK itu.
Bisa dikatakan surat dari pengadilan merupakan bukti juru tagih untuk melakukan penyitaan. Jika tidak ada maka pemilik berhak menolak.
Aksi Epriyanto mengusir debt colector di Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (28/5/2024).
Kemudian dalam melakukan penagihan, debt collector tidak boleh melakukan kekerasan. Dikutip dari laman hukumonline.com, ada etika penagihan sesuai hukum.
Dikutip dari Etika Penagihan Utang Debt Collector, etika penagihan sesuai hukum yang harus diterapkan debt collector, antara lain:
- - Tenaga penagihan harus menggunakan identitas resmi dari bank atau pemberi kredit yang dilengkapi dengan foto diri.
- - Penagihan harus dilakukan tanpa ancaman, kekerasan, dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan.
- - Penagihan dilarang dengan menggunakan tekanan fisik atau verbal.
- - Penagihan hanya dapat dilakukan kepada pihak debitur, selain pihak tersebut adalah dilarang.
- - Penagihan melalui sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus-menerus yang bersifat mengganggu.
- - Penagihan hanya dapat dilakukan di tempat sesuai alamat penagihan atau domisili debitur.
- - Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan 20.00 wilayah waktu alamat debitur.
- - Penagihan di luar domisili atau waktu yang ditentukan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan debitur.