Pencampuran Aditif BBM Swasta: Masih Tersangkut Regulasi

Industri bahan bakar di Indonesia kembali mendapat sorotan setelah wacana pencampuran aditif dan pewarna pada BBM muncul ke permukaan.
Rencana ini memicu pertanyaan mengenai kesiapan regulasi dan teknis di lapangan.
Sejumlah pakar menilai kebijakan tersebut masih menyisakan banyak persoalan.
SPBU BP di Gading Serpong, Tangerang
Salah satunya adalah aspek legal dan teknis yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Kejaksaan Agung.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pakar bahan bakar serta pelumas, Prof. Tri Yuswidjajanto Zaenuri, mengatakan bahwa keputusan Kementerian ESDM perlu dilihat terlebih dahulu, apakah benar-benar akan direalisasikan atau tidak.
"Masih ada hambatan lagi, yaitu pencampuran aditif dan pewarna," ujar Yuswidjajanto saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.
Ilustrasi SPBU Vivo. Harga BBM Vivo per 1 Desember 2024
"Karena menurut Kejaksaan Agung, pencampuran hanya boleh dilakukan di kilang, padahal mereka di sini tidak punya kilang dan perkara itu belum disidangkan," kata Yuswidjajanto.
Yuswidjajanto menambahkan bahwa ada juga masalah transportasi dari terminal BBM.
Sentimen negatif produk BBM Pertamina.
Bagaimana cara agar tidak menimbulkan isu yang bisa diviralkan dan menimbulkan kesan negatif.
"Lalu, terkait kualitas dan kinerja BBM-nya sendiri, apakah ada perbedaan dengan BBM yang sebelumnya dijual? Jika ada perbedaan, tentu akan menimbulkan kericuhan tersendiri," ujar Yuswidjajanto.
Ilustrasi kilang minyak PT Pertamina. Apa proses blending Pertalite dicampur Pertamax menghasilkan BBM oplosan?
Menurut Yuswidjajanto, semua itu tentu dipertimbangkan oleh para Badan Usaha (BU) BBM Swasta sebelum merealisasikannya.
Terkait lokasi blending base fuel dengan aditif, menurut Yuswidjajanto, tergantung juga dengan Kejaksaan Agung.
Jika diperbolehkan dilakukan di terminal atau depo, pasti BU BBM Swasta akan membeli alat untuk mencampurkan aditif di terminal atau depo mereka sendiri, karena berkaitan dengan kerahasiaan formula BBM mereka.
"Kalau tidak diperbolehkan, Pertamina juga tidak boleh mencampur aditif dan pewarna di terminal/depo. Tidak ada B40, karena B40 antara Solar dan Biodiesel dicampur di depo/terminal," ujar Yuswidjajanto.
"Pernyataan Kejaksaan Agung bahwa di terminal/depo tidak boleh melakukan blending/pencampuran masih berlaku atau sudah dianulir?" kata Yuswidjajanto.
Dengan sejumlah persoalan tersebut, realisasi kebijakan pencampuran aditif dan pewarna BBM masih penuh tanda tanya.
Kejelasan regulasi akan sangat menentukan apakah wacana ini bisa berjalan atau justru menimbulkan masalah baru.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.