Motor Ditarik karena Kredit Macet: Kenali Dulu Aturan Hukum Fidusia

Banyak masyarakat yang membeli sepeda motor dengan sistem kredit. Namun, ketika cicilan macet, tak sedikit yang kemudian berhadapan dengan praktik penarikan paksa di jalan oleh pihak ketiga atau yang biasa disebut mata elang.
Padahal, penarikan kendaraan kredit punya aturan jelas dalam hukum fidusia. Jadi, sebelum panik atau takut motor ditarik, ada baiknya memahami dulu bagaimana ketentuan resminya.
Adapun ketentuan hukum yang berlaku dalam upaya leasing melakukan penarikan atau penyitaan kendaraan, tertuang dalam Putusan Makamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa perusahaan kreditor hanya bisa melakukan penarikan atau mengeksekusi objek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak usai meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri.
“Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri,” demikian bunyi Putusan MK itu.
Polisi mengamankan 26 unit sepeda motor yang disimpan di sebuah lahan kosong di wilayah Tanah Baru, Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. Puluhan motor tersebut merupakan hasil tarikan debt collector yang sengaja disimpan di lahan kosong tersebut.
Bisa dikatakan surat dari pengadilan merupakan bukti juru tagih untuk melakukan penyitaan. Jika tidak ada maka pemilik berhak menolak.
Selain itu, dikutip dari laman hukumonline.com, merujuk pada ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tindak kekerasan yang dilakukan debt collector bisa dijerat hukum.
Dalam hal debt collector tersebut menggunakan kata-kata kasar dan dilakukan di depan umum, maka ia bisa dipidana dengan pasal penghinaan, yaitu Pasal 310 angka 1 KUHP yang berisi:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Selain itu, debt collector juga berpotensi dikenai Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013:
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Sesuai bunyi Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP menyebutkan bahwa maksimum denda dalam KUHP dilipatgandakan menjadi 1.000 kali, maka maksimum denda dalam Pasal 310 angka 1 KUHP dan Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP adalah menjadi Rp 4,5 juta.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.