Tak Semua Polisi Bisa Pakai Sirene dan Strobo, Ini Penjelasannya

Belakangan ini media sosial dan ruang publik diramaikan dengan gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk', seruan yang memprotes penggunaan sirene, strobo, dan rotator oleh kendaraan yang tidak memiliki hak prioritas di jalan raya.
Antusiasme masyarakat terhadap gerakan ini hadir dalam bentuk unggahan media sosial, stiker di bodi kendaraan, hingga ajakan agar tidak lagi memberi jalan pada mobil berstrobo tanpa pengawalan resmi.
Fenomena tersebut menyoroti pentingnya memahami aturan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan lampu rotator dan sirene, termasuk di lingkungan kepolisian.
Royke Lumowa, pengamat transportasi dan hukum sekaligus mantan Kakorlantas Polri mengatakan, penggunaan lampu rotator dan sirene ada ketentuannya.
Stiker gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk' di kendaraan warga yang menyindir pejabat pengguna strobo dan sirene di jalan raya.
“Lampu rotator dan sirene hanya dipergunakan oleh kendaraan tertentu, yaitu brandweer atau pemadam kebakaran, ambulans, polisi bagian pengawalan, polisi penegak hukum, polisi patroli, anggota TNI yang mengawal pasukan atau alat tempur, tim penanganan bencana, SAR, serta kendaraan pengangkut barang berbahaya atau tertentu saat menjalankan tugas resmi,” ucapnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (20/9/2025).
Royke melanjutkan, tidak semua mobil polisi boleh gunakan lampu rotator dan sirene saat di jalan raya.
“Hanya petugas penegak hukum dan pengawal yang sedang melaksanakan tugas darurat, misalnya ke TKP atau mengejar penjahat atau mengawal orang yang memiliki hak dikawal,” ucapnya.
Ia juga mengatakan, berdasarkan ketentuan yang berlaku berikut daftar kendaraan yang berhak mendapat pengawalan dan menggunakan sirene, serta lampu rotator saat menjalankan tugas:
Ilustrasi lampu rotator sirene kendaraan
- Mobil pemadam kebakaran (brandweer) yang sedang melaksanakan tugas darurat.
- Ambulans yang membawa pasien atau dalam misi penyelamatan.
- Kendaraan Presiden dan Wakil Presiden beserta rombongannya.
- Kendaraan tamu negara setingkat kepala negara/pemerintahan yang mendapat perlakuan khusus.
- Kendaraan pimpinan lembaga negara (MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY, BPK) dalam tugas resmi tertentu.
- Kendaraan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas atau kondisi gawat darurat.
- Kendaraan penanganan bencana, seperti banjir, tanah longsor, gempa, atau kebakaran besar.
- Kendaraan tim pencarian dan pertolongan (SAR) yang tengah melakukan operasi penyelamatan.
- Kendaraan yang mengangkut tahanan atau pelaku tindak pidana dalam proses hukum.
- Kendaraan petugas menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk kepentingan penyelidikan atau penanganan mendesak.
“Sekalipun petugas penegak hukum namun tidak sedang dalam melaksanakan tugas dilarang gunakan rotator atau sirene,” ucapnya.
Royke menegaskan, bahwa penggunaan rotator dan sirene harus sesuai aturan dan hanya boleh dilakukan dalam keadaan yang sesuai dengan ketentuan berlaku.
“Jadi mobil-mobil petugas tersebut di atas saja dilarang gunakan rotator apabila tidak dalam tugas darurat, apalagi mereka yang tidak berhak. Yang berhak saja tidak selamanya punya hak untuk menyalakan rotator atau sirene,” ucapnya.
Selama menjabat Kapolda tiga kali dan sebagai Kakorlantas Polri, ia tidak pernah menggunakan petugas pengawal. Royke mengaku sengaja menolak pengawalan karena menilai konvoi semacam itu hanya akan mengganggu pengguna jalan lainnya.
“Makanya, gerakan protes pengguna jalan terhadap rotator dan sirene itu wajar saja terjadi. Keresahan masyarakat sudah cukup lama, hanya saja belum tersalurkan dengan baik sehingga wajar jika akhirnya meledak," kata Royke.
Lampu strobo yang dipasang di dasbor mobil menghadap ke depan.
"Menurut saya, ini masuk akal. Sebagai pengguna jalan yang sejak dulu tidak pernah menggunakan pengawalan, saya sangat merasakan arogansi tersebut,” lanjutnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.