The One Milion Trap: Perubahan Tren Model Bisnis Otomotif

Industri otomotif nasional masih menghadapi tantangan berat, di mana penjualan mobil sejak satu dekade terakhir terjebak di kisaran satu juta unit per tahun berjuluk "one milion trap".
Kondisi ini semakin sulit dengan daya beli masyarakat yang menurun akibat situasi ekonomi yang dinamis.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menegaskan bahwa investasi di sektor otomotif membutuhkan kepastian jangka panjang.
Pabrik mobil PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Karawang, Jawa Barat.
Perubahan kebijakan yang terlalu cepat justru bisa mengganggu keberlanjutan industri.
"Industri otomotif ini perlu kebijakan yang sifatnya jangka panjang, karena kalau hanya jangka pendek, belum sempat kembali modal, kebijakannya berubah, itu akan terganggu," ujar Kukuh di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa kompleksitas industri otomotif membuat skala ekonomi menjadi kunci.
Satu unit mobil terdiri dari sekitar 30.000 komponen, sehingga hanya investasi dalam jumlah besar yang dapat membuat bisnis ini menarik.
"Kalau skala ekonominya tidak dapat, tidak akan menarik. Makanya harus hati-hati dalam menentukan (kebijakan) kalau kita mau bikin industri mobil," jelasnya.
Ilustrasi pabrik mobil Hyundai di Korea Selatan.
Opsi CKD Cepat
Di sisi lain, model bisnis otomotif di Indonesia juga mengalami perubahan.
Produsen baru kini banyak memanfaatkan skema completely knocked down (CKD) untuk merakit mobil lebih cepat sambil mempelajari pasar sebelum membangun pabrik besar.
"Belakangan di Indonesia ada general reseller, pemain-pemain yang dari China ini datang maunya cepat. Ternyata bisa diakomodasi, CKD itu bisa cepat, sambil mempelajari pasarnya, demand-nya seperti apa, ini juga bisa diakomodasi," ujarnya.
Menurutnya, skema CKD dinilai bisa menjadi solusi transisi. Misal, dari era pasar mobil konvensional menuju mobil listrik.
Produsen dapat mempelajari pasar terlebih dahulu sebelum membangun pabrik dengan kapasitas lebih besar.
"Oleh karena itu, kemudian fasilitas perakitan ini juga laku di Indonesia, karena mau cepat. Kalau nanti suatu saat volumenya besar, ya tinggal ngebesarin. Ini hanya masalah risiko, bukan tidak mau atau tidak suka," katanya.
Perkembangan penjualan mobil di Indonesia
Butuh Stimulus
Sembari memastikan kebijakan jangka panjang, Gaikindo juga berharap pemerintah dapat menghadirkan stimulus guna mendongkrak penjualan seperti saat pandemi Covid-19.
"Kalau ada obat mujarab yang segera bisa memberikan kondisi yang lebih baik, pastinya kita bisa naik. Mungkin kita tunggu kebijakan insentif jangka pendek hingga menengah ya, 2-3 tahun supaya ini segera naik," ucap Kukuh.
Sebagai gambaran, penjualan mobil pada 2022 kembali menembus satu juta unit berkat insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah (DTP).
Namun, pada Januari–Agustus 2025, penjualan wholesales hanya mencapai 500.951 unit atau turun 10,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Fasilitas pabrik Daihatsu di Karawang, Jawa Barat
Penjualan ritel juga ikut melemah 10,7 persen menjadi 522.162 unit.
Kukuh membandingkan dengan Malaysia yang mampu menjual 816.747 unit pada 2024, meski populasinya jauh lebih kecil.
Menurut dia, keberhasilan itu karena konsistensi insentif sejak pandemi.
"Nah, Malaysia kenapa bisa naik di 816.000 unit tahun lalu. Kalau kami tanyakan ke kolega kami di Malaysia, itu semenjak Covid, kebijakan insentifnya terus dipertahankan, sehingga masyarakat yang punya uang akhirnya beli mobil," ungkapnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.