Strategi Pemulihan Industri Otomotif Indonesia di Tengah Krisis

Industri otomotif Indonesia menghadapi tekanan ganda dari pelemahan daya beli konsumen hingga kenaikan biaya produksi.
Situasi ini membuat strategi pemulihan tidak bisa diselesaikan dengan langkah tunggal, melainkan membutuhkan kombinasi pendekatan makro dan mikro.
Menurut Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), sektor otomotif tidak dapat dilepaskan dari kondisi ekonomi nasional. "Setiap strategi revitalisasi pasar harus diawali dengan perbaikan stabilitas makroekonomi, karena daya beli konsumen merupakan landasan fundamental bagi permintaan di sektor otomotif," kata Yannes kepada Kompas.com, Kamis (11/9/2025).
Ia menilai perusahaan otomotif harus memetakan ulang dinamika pasar domestik, terutama segmen menengah bawah yang menyumbang mayoritas penjualan kendaraan.
Pengembangan produk LCGC dengan harga terjangkau dan fitur esensial, termasuk opsi kendaraan listrik yang mendapat insentif pemerintah, dianggap penting untuk menjaga daya saing. "Selain itu, peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan impor sekaligus meredam dampak pelemahan Rupiah," kata Yannes.
Toyota Calya 1.2 G AT di GIIAS 2023
Ia juga menekankan bahwa aspek pembiayaan harus diperhatikan.
Skema kredit dengan bunga rendah dan tenor fleksibel bisa menjadi cara untuk menjaga minat beli konsumen yang saat ini terbatas oleh likuiditas.
Selain mengandalkan pasar domestik, Yannes menilai ekspor kendaraan perlu diperluas ke luar ASEAN, terutama ke negara-negara yang masih memiliki daya beli kuat.
Dengan begitu, beban penjualan tidak sepenuhnya bergantung pada pasar dalam negeri yang sedang melemah.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com.