
Persaingan industri otomotif saat ini tak hanya terjadi pada produk roda empat atau roda dua saja. Namun juga merambah ke sektor suku cadang seperti ban.
Kehadiran merek-merek asal China yang menawarkan harga jauh lebih murah membuat pasar bergerak lebih dinamis. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi produsen ban yang sudah lebih dulu eksis di Indonesia seperti Bridgestone.
Menanggapi persaingan tersebut, Bridgestone Indonesia mengungkap bahwa strategi mereka bukan mengikuti perang harga, melainkan menjaga reputasi lewat kualitas dan standar global.
Mukiat Sutikno, President Director Bridgestone Indonesia, menegaskan bahwa konsumen Tanah Air kini jauh lebih cerdas dalam memilih produk otomotif, termasuk ban.
“Konsumen Indonesia menurut saya sangat-sangat pintar. Dulu, customer lebih fokus ke CC besar. Tapi sekarang mereka sudah tahu, CC kecil dengan teknologi baru pun bisa punya horsepower dan torsi yang bagus. Nah, begitu pula dengan ban,” ujar Mukiat saat ditemui di Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
President Director Bridgestone Indonesia Mukiat Sutikno.
Perubahan pola pikir konsumen ini menjadi celah penting bagi Bridgestone. Meskipun ban-ban China datang dengan harga menggiurkan, Bridgestone meyakini bahwa konsumen tetap mempertimbangkan kualitas, keamanan, dan daya tahan faktor yang tak bisa dibeli hanya dengan harga murah.
“Kalau kita bilang ban, ya ada harga ada kualitas tentunya. Dan paling utama untuk Bridgestone, apa yang diproduksi di Karawang dan Bekasi itu sama ke global standard Bridgestone di seluruh dunia. Maka dari itu kita bisa ekspor ke 70 negara lebih,” kata Mukiat.
Produksi domestik Bridgestone di Indonesia sudah memenuhi standar internasional. Artinya, ban yang dipakai konsumen di Jepang, hingga Amerika bisa sama persis dengan yang dijual di Indonesia. Inilah modal besar Bridgestone dalam menghadapi pemain baru dari China.
Di sisi lain, Bridgestone sebagai salah satu produsen ban di Indonesia mengungkap bahwa pihaknya melalui riset global sudah melakukan studi terkait teknologi ban tanpa udara (non-pneumatik) atau airless tyre.
Airless tyre dinilai memiliki sejumlah keunggulan, diantaranya tidak perlu khawatir ban bocor karena ban tersebut tidak memiliki udara hingga mampu mengurangi emisi C02.
Airless Tyre
Namun, Mukiat menegaskan bahwa penerapan teknologi tersebut tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.
“Itu memang mungkin saya rasa, bahwa disebut ban tidak pakai udara memang Bridgestone sudah melakukan study itu. Tapi memang untuk mobil-mobil yang ukurannya tidak terlalu besar dan masih daerah-daerah tertentu,” ujar Mukiat.
Menurutnya, ban tanpa udara belum bisa diterapkan secara luas, terutama untuk kendaraan berukuran besar seperti SUV atau kendaraan penumpang yang menjadi pasar utama di Indonesia. Hingga saat ini, riset masih difokuskan pada pada kendaraan dengan penggunaan terbatas di area khusus.
“Jadi memang ke depannya apakah itu bisa menjadi ban ke depannya, mungkin sekarang ini saya belum bisa jawab. Tapi secara R&D, Bridgestone selalu melakukan perbaikan-perbaikan secara keseluruhan,” kata Mukiat.
Meski belum siap meluncurkan ban tanpa udara ke pasar umum, pihak Bridgestone tetap aktif mengembangkan teknologi ban dari sisi keamanan, efisiensi, hingga ramah lingkungan.
Salah satunya adalah teknologi enliten yang dikenal mampu memberikan keseimbangan antara efisiensi bahan bakar, daya cengkeram, dan bobot ban yang lebih ringan tanpa mengorbankan performa.
Inovasi ini sudah diaplikasikan pada lini produk Ecopia dan Turanza. Ke depannya Bridgestone berkomitmen untuk menyematkan teknologi enliten pada lini produk lainnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com.Source: Strategi Bridgestone Indonesia Hadapi Gempuran Ban Asal China